Seorang anak Minang, Alif, melanjutkan pendidikannya
di sebuah pondok di Jawa Timur, Pondok Madani. Awalnya, Alif menolak perintah Amaknya yang bersikeras tidak menyetujui
keinginan Alif bersekolah di sekolah umum. Namun, semua berubah setelah ia
mendapat surat dari salah satu pamannya, Pak Etek Gindo tentang teman-temannya
yang berasal dari Pondok Madani. Akhirnya, ia mau masuk pondok yang ada di Jawa Timur itu.
Setelah lulus dari tes yang
sulit, tibalah hari pertama Alif belajar. Di hari pertamanya di pondok, Alif
telah mendapatkan suatu kalimat dari Ustad Salman yang berhasil menyihir diri
dan teman-temannya. Kalimat itu berbunyi Man jadda wajada; Siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil. Dari kelas itu pula, Alif mendapat 5 orang sahabat dari berbagai
daerah yaitu Raja dari Medan, Said dari
Surabaya, Dulmajid dari Madura, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Mereka
disebut juga Sahibul Menara, karena mereka biasa menunggu Maghrib di bawah
menara Masjid Jami’ sambil memandang awan.
Setelah 4 tahun di Pondok Madani,
para anggota Sahibul Menara harus berpisah. Tentu sangat berat bagi mereka
menerimanya. Tetapi hidup harus tetap berjalan. 11 tahun kemudian, Alif, Atang,
dan Raja bertemu kembali di Trafalgar Square, salah satu tempat di Inggris yang
mereka ketahui dari buku Reading Kelas 3 pada saat di Pondok Madani. Di sana, mereka bernostalgia dengan
ditemani kopi panas pengganti seember kopi di Pondok Madani dulu. Alif menyadari
bahwa segala impian para Sahibul Menara,
yang mereka pikir hanya khayalan, menjadi nyata. Hal ini membuat Alif semakin
yakin akan suatu kalimat magis yang mengubah hidupnya, Man jadda wajada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar